CERITA FIKSI : TUAN BERUANG BESAR YANG RAMAH
Terlihat layaknya Seorang Guardian, di tengah padang rumput dan kuil yang telah hancur. kepercayaan tunggal menjadikan orang lupa kehadiran dari entitas lainnya. Pedang ini semakin tumpul, tapi aku masih yakin ini berfungsi. sekilas disana perang masih berlanjut, "tiadakah yang merasa? haruskah mereka ikut berkorban?". Jubah ini seolah lambang seseorang yang perkasa tapi sungguh sakit jika hanya diri ini yang merasa. Berkeinginan demi sesama, meskipun mustahil. didepanku beruang bermata indah berdiri menjajarkan diri menatapku. aku tau ia memberanikan diri, menghampiriku penuh luka, ia memberikan sebuah apel. manis meski sedikit tersedak rasanya. ia menunjuk gandaksata di keningku, sembari berucap "aku adalah aku, seorang manusia". Aku hanya tersenyum dan berucap "keajaiban itu sunguh membingungkan".
Aku duduk di tengah padang rumput
bersama beruang. menatapi kuil yang hancur disana, fanatisme, vandalisme,
mengakibatkan perang. Pedang ini usang, pikiran ini gundah tapi hati ini marah.
disana perang seolah akan usai, tapi waktu tetap berjalan. Jubah ini sudah tak
berguna, karena semua sejajar. Begitupun beruang ini, mengendusku penuh darah.
"sakit?" aku menggelengkan kepala. sejatinya hewan beruang itu
mengerti. namun apakah menggeleng hanya berarti "tidak"?. buah apel
itu cukup memberi tenaga. aku masih bingung apakah ada beruang yang menggangap
dirinya manusia? mungkin.. disana ada sebuah hal, dimana manusia bisa
menggapainya. terkejut, beruang itu menggendongku. "mau kuantar?" aku
hanya tersenyum dan memberikannya arah pulangku.
Sesampainya aku dekat arah menuju rumahku, aku tersadar kalau dia seorang Beruang yang Besar. Aku menepak pundaknya, Beruang itu menurunkanku. “Ada apa? Sudah sampai?” Begitu membingungkan, banyak warga menggangap Beruang sebagai ancaman tapi dia begitu ramah kepadaku. aku berterima kasih padanya sembari memberikan nasihat padanya agar tidak terlalu dekat dengan penduduk. Ia tersenyum dan berjalan berbalik arah meninggalkan desa. Sungguh, hari ini begitu membuat kepalaku pusing.
Penulis : Agung Mahayana
Referensi : keheningan di pagi hari
Komentar
Posting Komentar